Tuesday, November 6, 2012

Perbedaan Emosi Etnis Batak dan Sunda


Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih dan sebagainya.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variable, yaitu : rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Yang mingkin dapat diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik atau guru) adalah variabelpertama dan ketiga (the stimulus-response variable), sedangkan variable kedua tidak mungkin di perbaiki karena merupakan proses fisiologis yangterjadi pada organisme secara mekanis.
Setiap kebudayaan memiliki stereotip emosi yang berbeda-beda dan cara yang berbeda-beda pula dalam menanggapi emosi yang ditunjukkan orang lain kepadanya. Kebudayaan menentukan perilaku individu, selain berpotensi untuk menggerakkan dan mendorong perilaku individu yang hidup di dalamnya, kebudayaan dapat mengekang atau menahan individu untuk berperilaku tertentu (Harahap dan Siahaan, 1987). Pemantapan perilaku tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui proses enkulturasi bahasa, sistem kekerabatan, kepercayaan, upacara ritual, dan nilai-nilai dalam keluarga maupun masyarakat (Purba, 2004).
Terdapat begitu banyak kebudayaan dan etnis di Indonesia, tentunya banyak pula perbedaan stereotip emosinya. Budaya yang berbeda menghasilkan konsep diri yang berbeda pada anggota-anggotanya yang kemudian mempengaruhi semua aspek-aspek lain dari perilaku individu (Matsumoto dan Juang, 2004). Matsumoto dan Juang (2004) juga menambahkan bahwa kekhasan suatu budaya dapat dilihat dari proses marah yang terjadi pada masyarakatnya karena setiap budaya memiliki nilai-nilai budaya dan aturan yang khas tentang cara individu dalam budaya tersebut menghayati suatu stimulus yang memicu munculnya kemarahan, dan cara mengekspresikan kemarahannya.
Pada kesempatan ini penulis akan mencoba menjabarkan tentang dua stereotip emosi dari dua etnis di Indonesia, yaitu etnis batak dan etnis sunda. Tentunya akan timbul pertanyaan dari kita semua, mengapa penulis menjabarkan emosi yang terdapat pada etnis batak dan etnis sunda? Mengapa tidak membahas emosi dari etnis lainnya? Berikut akan coba dijelaskan oleh penulis sambil melihat keunikan emosi kedua etnis tersebut.

                     I.        Etnis Batak
Etnis batak merupakan etnis yang banyak bermukim di Provinsi Sumatera Utara, meskipun penyebarannya sudah hampir merata di seluruh Indonesia. Ada satu keunikan yang dimiliki oleh etnis batak yaitu terkenal tempramental dan selalu bernada suara tinggi jika bersuara. Bahkan kebanyakan masyarakat Indonesia dari etnis lain berpikiran kalau etnis batak merupakan orang yang keras dan cenderung kasar. Namun sebenarnya tidak seperti itu, cuma karena nada bicara yang tinggi saja sehingga orang berpikiran demikian.
Konsep dasar kebudayaan Batak adalah Dalihan Na Tolu yang artinya tiga tiang tungku atau tiga status sosial. Ketiga status sosial tersebut adalah Hula-hula (pihak keluarga ibu atau pemberi istri), Boru (keluarga saudara perempuan atau penerima istri), dan Dongan Tubu (anggota keluarga yang berasal dari satu keturun atau teman semarga). Falsafah hidup suku bangsa Batak Toba yang berlandaskan Dalihan Na Tolu ini mencakup “Somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu” yaitu hormat pada Hula-hula, ramah dengan melakukan pendekatan/membujuk Boru, dan berhati-hati dalam menjaga hubungan baik dengan teman semarga. (Harahap dan Siahaan, 1987; Simanjuntak, 2000).
Dalam Dalihan Na Tolu juga terdapat suatu kemandirian menghasilkan potensi konflik yang tinggi berupa keinginan untuk bersaing dan lebih lanjut menghasilkan pula rasa iri dan dengki yang dalam. Perasaan tersebut dalam bahasa Batak Toba dikenal dengan hosom (dendam), elat (dengki, iri), late (dengki, iri) dan teal (sombong) (Harahap dan Siahaan, 1987). Irmawati (2007) menjelaskan bahwa perasaan tersebut juga membuat suku bangsa Batak Toba sulit menyatakan dirinya telah gagal. Sehingga merekapun sulit untuk menyerah begitu saja.
DR. Plasthon Simanjuntak menyatakan bahwa tingginya emosi (emosional) yang ditemukan pada suku bangsa Batak Toba tidak lepas dari budayanya yaitu terbuka dalam segala hal. Hal ini terungkap dalam pribahasa Batak Toba yang berbunyi: “Si boru puasi, si boru bakkara. I si puas i si soada mara”, artinya bila sudah terbuka persoalan maka disitu ada jalan keluarnya. Disini dapat kita lihat bagaimana orang dari etnis batak merupakan orang yang tegas dan pantang untuk menyerah sehingga wajarlah rasanya kalau merekan dianggap orang yang keras dari segi emosi.

                    II.        Etnis Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia, setelah etnis Jawa. Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam. Namun dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak masyarakat yang mempercayai kekuatan-kekuatan supranatural, yang berasal dari kebudayaan animisme dan Hindu. Kepercayaan tradisional Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan masyarakat suku Baduy di Lebak yang berkerabat dekat dan dapat dikategorikan sebagai suku Sunda.
Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, dan riang, akan tetapi mereka dapat bersifat pemalu dan terlalu perasa secara emosional dan terkesan agak sedikti manut kepada orang lain. Karakter orang Sunda seringkali ditampilkan melalui tokoh populer dalam kebudayaan Sunda; Kabayan dan Cepot. Mereka bersifat riang, suka bercanda, dan banyak akal, tetapi seringkali nakal.
Jika menilik kedua etnis diatas, tentunya akan menjadi menarik ketika membahasnya lebih mendalam. Suku batak yang terkenal memiliki suara yang bernada tinggi dan tidak mau kalah tentunya memiliki perbedaan yang unik dengan etnis sunda yang ramah, sopan, tetapi agak pemalu dan perasa secara emosional. Karena itulah penulis tertarik untuk mencoba meninjau perbedaan dan kesaan emosi yang ada pada kedua  etnis terbesar di Indonesia tersebut.

Daftar perpus:
Atkinson, Rita. L,Atkinson, Richard. C dan Hilgard, Ernest. R. 1983. Pengantar Psikologi (terj). Jakarta : Erlangga.

http://www.repository.usu.ac.id/ (online)

http://www.Silaban.net (online)

http://www.zeinhein.blogspot.com/